Jika kita mempelajari lebih dalam tentang bank syariah di Indonesia serta praktek bisnis yang dijalankannya dibandingkan dengan fatwa-fatwa yang ada, kita akan temukan bahwa saat ini bank syariah belum sepenuhnya berjalan secara murni syariah. Memang ada beberapa sebab dan alasan yang mendasari praktek tersebut. Namun lepas dari berbagai alasan yang ada, seorang muslim yang mendambakan tegaknya syariah dalam berbagai sektor kehidupan, alangkah baiknya jika kita tidak hanya melihat keburukan yang ada dan menutup mata dari kebaikan yang ada walaupun mungkin itu kecil.
Bank syariah dengan segala kelebihan dan kekurangannya, harus kita akui ia memiliki beberapa perbedaan dengan bank konvensional. Setidaknya bagi saya, ada tiga alasan mengapa memilih menitipkan (sisa) uang kita di bank syariah, diantaranya:
Pertama, bank syariah berada di bawah pengawasan MUI melalui Dewan Syariah Nasional (DSN). Tugas dari DSN ini adalah menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksa dana. Selain itu, DSN juga mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. Memang benar pada kenyataannya fatwa yang telah dikeluarkan MUI melalui DSN belum sepenuhnya diterapkan oleh perbankan syariah. Namun pengertian belum sepenuhnya bukan berarti tidak sama sekali. Hal ini yang hendaknya menjadi catatan. Apabila bank syariah yang telah memiliki badan pengawas syariah saja tidak atau belum bisa menerapkan sepenuhnya aturan-aturan syariah, maka bagaimana halnya dengan bank yang memang tidak ada kontrol prinsip-prinsip syariah sama sekali?
Alasan kedua, dana dari pihak ketiga di bank syariah disalurkan ke sektor usaha yang syar’i. Muhammad Syafi’i Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari Teori ke Praktek menyebutkan beberapa hal pokok yang diperhatikan oleh Bank Syariah sebelum menyetujui pembiayaan adalah:
1. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?
2. Apakah proyek tersebut menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?
3. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan asusila
4. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian
5. Serta hal-hal lain yang berkaitan dengan kegiatan ilegal serta dapat merugikan syiar Islam secara langsung ataupun tidak langsung
Bandingkan dengan pembiayaan yang ada di bank konvensional. Apabila kita menyimpang uang di bank konvensional, maka tanpa sepengetahuan kita uang tersebut dapat disalurkan ke bisnis diskotik, perdagangan minuman keras, peternakan babi, atau usaha lain yang merugikan syiar Islam. Karena memang pada kenyataannya tidak ada filter syar’i di bank konvensional dalam menyalurkan dana pihak ketiga. Asal prospek bisnisnya menguntungkan, bank konvensional siap mendanai. Maka renungkanlah kemana saja uang kita telah diputar oleh bank konvensional? Boleh jadi tanpa kita sadari kita telah tolong menolong dalam usaha yang diharamkan.
Namun demikian hal yang menjadi catatan dalam hal ini, meskipun bank syariah hanya menyalurkan dana nasabah ke sektor-sektor usaha yang syar’i, cara dalam penerapan akad terkait peyaluran dana ini masih perlu banyak perbaikan dalam sisi kesyariahannya. Masalah ini telah banyak dibahas oleh para ahli ilmu dan pakar dalam ekonomi dan perbankan syariah.
Alasan ketiga, mengambil sisi positif dari pernyataan praktisi perbankan syariah bahwa perbankan syariah saat ini dalam proses belajar dan bertahap menuju perbaikan ke arah murni syariah. Besar harapan kita semua, semoga suatu saat bank syariah benar-benar berjalan sesuai syariah secara kaffah. Ada hal yang menarik ketika saya pernah mengikuti seminar perbankan syariah. Ketika sesi tanya jawab, salah seorang dari peserta mencoba menyampaikan kritik kepada bank syariah yang menurutnya belum sepenuhnya berjalan sesuai syariah. Hal yang menarik adalah saat pemateri menjawab pertanyaan tersebut dengan kembali bertanya kepada peserta terlebih dahulu. Pertanyaan yang diajukan kepada peserta tersebut kurang lebih demikian, “Usia Bapak saat ini berapa?” Peserta yang bertanya tersebut menjawab yang menunjukkan bahwa beliau tidak lagi muda, bahkan menurut saya beliau sudah sangat dewasa. Kemudian pemateri pun kembali bertanya, “Dengan usia Bapak sekarang, apa Bapak sudah merasa dapat menjalankan prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan Bapak?” Spontan saya pun tertegun dengan pertanyaan kedua dari pemateri tersebut. Saya dan mungkin semua peserta seminar saat itu apabila ditanya dengan pertanyaan yang sama pasti akan menjawab belum. Kita dengan usia kita masing-masing saat ini harus jujur mengakui belum bisa menjalankan prinsip-prinsip syariah secara kaffah atau menyeluruh. Sedangkan bank syariah yang baru berdiri di Indonesia dengan usia mudanya sekarang sudah kita paksakan untuk langsung murni syariah. Kira-kira demikian jawaban pemateri tersebut sebelum menjelaskan alasan-alasan yang ada. Kita akan sangat sulit meminta dan mengharapkan orang-orang kafir untuk melaksanakan syariat Islam secara kaffah, namun kita bs meminta dan mengharapkan orang muslim meski masih banyak kekurangannya untuk di suatu saat dapat menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Memang impian bank syariah berjalan secara murni syariah adalah impian kita bersama. Semua kita pasti mendambakan hal tersebut. Namun kita semestinya juga tidak menutup mata tentang kondisi perbankan yang masih muda ini ditengah sistem konvensional yang telah sekian ratus tahun mengakar di dunia. Tidakkah kita ingin menghargai dan mendukung kebaikan yang ada di bank syariah disamping kita juga ikut memperbaiki kekurangannya.
Kontrol dan kritik terhadap perbankan syariah sangatlah perlu dan berguna. Adanya kontrol dan kritik tersebut diharapkan membantu laju perjuangan umat muslim terutama dalam hal perbaikan perbankan syariah agar tidak kandas di tengah jalan dan tidak menyeleweng dari jalur yang benar. Namun apakah kita hanya bisa berkontribusi di dalam kritik (yang membangun) tersebut sementara dana kita sendiri kita percayakan kepada lembaga keuangan konvensional dan secara aktif membantu pertumbuhan laju ekonomi berbasis konvensional?
Kesimpulannya, bank syariah saat ini masih memiliki banyak kekurangan bahkan dari sisi sistem syariahnya sendiri. Namun dengan kekurangan yang ada, masuk akal kalau ada sebagian kalangan yang berpendapat bahwa dengan menabung di bank syariah berarti kita mengambil keburukan atau madharat yang lebih ringan dibanding menabung di bank konvensional. Sebuah kaidah yang indah mengatakan, “Jika kita tidak bisa mengerjakan semua kebaikan, maka jangan kita tinggalkan semuanya” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah juga pernah berkata, “Orang yang cerdas bukanlah orang yang tahu mana yang baik dari yang buruk. Akan tetapi, orang yg cerdas adalah orang yang tahu mana yang terbaik dari dua kebaikan dan mana yang lebih buruk dari dua keburukan”
Note: Sampai dengan saat ini, apabila kita ingin menitipkan sisa dana di bank, lebih aman pilihlah tabungan bank syariah dengan akad wadiah (titipan) yang tidak ada sama sekali imbal balik ke kita baik berupa bagi hasil, bonus, atau apapun yang sejatinya semua itu termasuk riba. Dan usahakan sejauh mungkin agar kita tidak meminjam dana di bank. Dan mengapa kita katakan “menitipkan sisa uang” di bank? Karena kita hanya bermuamalah dengan bank sesuai kebutuhan. Dan sebaik-baik pembelanjaan uang kita adalah untuk urusan akhirat kemudian untuk dikembangkan produktifitasnya dengan berwirausaha.
Wallahu ta’ala a’lam.
Rujukan:
http://www.bnisyariah.tripod.com/faq.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Muamalat_Indonesia
http://maxzhum.wordpress.com/2009/04/22/fungsi-dewan-syariah-nasional-dan-dewan-pengawas-syariah/
@Jakarta, Juni 2014